"Kalau dipaksakan, kurikulum akan hancur karena semuanya belum siap. Bahkan penandatanganan dokumen kurikulum saja belum dilaksanakan hingga saat ini meski tahun ajaran baru akan dimulai sebentar lagi," ujar Ketua Pengurus Besar (PB) PGRI Pusat Drs Sugito MSi kepada wartawan, di AMC UMY. Minggu (12/5).
Menurut mantan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY tersebut, belum adanya penandatanganan dokumen kurikulum membuat proses penggandaan buku dan silabus pun hingga kini tidak bisa diselesaikan. Jadwal pelatihan bagi para guru pun akhirnya ikut mundur karena masalah tersebut. Padahal mereka tidak bisa menerapkan kurikulum tersebut kepada anak didik bila tidak dilakukan pelatihan terlebih dahulu.
Sementara anggaran untuk pelaksanaan kurikulum dari pemerintah tidak sesuai permintaan kementerian pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud). Dari dana sebesar Rp2,4triliun yang diminta kemendikbud, pemerintah hanya menurunkan dana sebesar Rp880 miliar.
"Akibatnya sasaran sekolah yang menerapkan kurikulum ini pun akhirnya dikurangi. Kalau dulunya 30% di tingkat SD, maka dikurangi jadi 5% saja dan di tingkat SMP hanya 30%," ungkapya.
Dengan munculnya berbagai persoalan tersebut, PB PGRI meminta penerapan kurikulum 2013 sebatas uji coba. Kemendikbud RI tidak perlu memaksakan diri untuk menerapkan kurikulum baru tersebut secara menyeluruh. Selama setahun kedepan Kemendikbud bisa melakukan evaluasi penerapan kurikulum. Hasil dari evaluasi tersebut bisa dilakukan pembenahan dengan anggaran yang baru.
"Bila kurikulum hanya diterapkan sebagai pilot project dan belum final, maka kemendikbud bisa melakukan pembenahan disana-sini agar kedepannya lebih baik," ungkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar