BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mutu di bidang pendidikan meliputi mutu input,
proses, output, dan outcome. Input pendidikan dinyatakan bermutu jika siap
berperoses. Proses pendidikan bermutu apabila mampu menciptakan suasana yang
PAKEM (Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan).
Output
dinyatakan bermutu apabila hasil belajar akademik dan nonakademik siswa tinggi.
Outcome dinyatakan bermutu apabila lulusan cepat terserap di dunia kerja, gaji
wajar, semua pihak mengakui kehebatannya lulusannya dan merasa puas (Usman,
2006 : 410). Mutu dalam konteks manajemen mutu terpadu atau Total Quality
Management (TQM) bukan hanya merupakan suatu gagasan, melainkan suatu filosofi
dan metodologi dalam membantu lembaga untuk mengelola perubahan secara totalitas
dan sistematik, melalui perubahan nilai, visi, misi, dan tujuan. Karena dalam
dunia pendidikan mutu lulusan suatu sekolah dinilai berdasarkan kesesuaian
kemampuan yang dimilikinya dengan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum.
Husaini
Usman (2006 : 411) mengemukakan 13 (tiga) belas karakteristik yang dimiliki
oleh mutu pendidikan diantaranya yaitu
:
- Kinerja (performa) yakni berkaitan dengan
aspek fungsional sekolah meliputi : kinerja guru dalam mengajar baik dalam
memberikan penjelasan meyakinkan, sehat dan rajin mengajar, dan menyiapkan
bahan pelajaran lengkap, pelayanan administratif dan edukatif sekolah baik
dengan kinerja yang baik setelah menjadi sekolah vaforit
- Waktu wajar (timelines) yakni sesuai dengan
waktu yang wajar meliputi memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu,
waktu ulangan tepat.
Pendapat
di atas menjelaskan bahwa untuk melaksanakan tugas dalam meningkatkan mutu
pendidikan maka diadakan proses belajar mengajar, guru merupakan figur sentral,
di tangan gurulah terletak kemungkinan berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan
belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu tugas dan peran guru bukan saja
mendidik, mengajar dan melatih tetapi juga bagaimana guru dapat membaca situasi
kelas dan kondisi dan kondisi siswanya dalam menerima pelajaran.
Untuk
meningkatkan peranan guru dalam proses belajar mengajar dan hasil belajar
siswa, maka guru diharapkan mampu
menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan mampu mengelola kelas. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sementara
pegawai dunia pendidikan merupakan bagian dari tenaga kependidikan, yaitu
anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan. Dalam informasi tentang wawasan Wiyatamandala,
kedisiplinan guru diartikan sebagai sikap mental yang mengandung kerelaan mematuhi semua ketentuan,
peraturan dan norma yang berlaku dalam menunaikan tugas dan tangung jawab.
Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan, kedisiplinan guru dan pegawai adalah sikap
penuh kerelaan dalam mematuhi semua aturan dan norma yang ada dalam menjalankan
tugasnya sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap pendidikan anak didiknya.
Karena bagaimana pun seorang guru atau tenaga kependidikan (pegawai), merupakan
cermin bagi anak didiknya dalam sikap atau teladan, dan sikap disiplin guru dan
tenaga kependidikan (pegawai) akan memberikan warna terhadap hasil pendidikan yang
jauh lebih baik.
Peranan
guru selain sebagai seorang pengajar, guru juga berperan sebagai seorang
pendidik. Pendidik adalah seiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang
lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi (Sutari Imam Barnado,
1989:44). Sehinggga sebagai pendidik, seorang guru harus memiliki kesadaran
atau merasa mempunyai tugas dan kewajiban untuk mendidik. Tugas mendidik adalah
tugas yang amat mulia atas dasar “panggilan” yang teramat suci.
Keteladanan
guru dapat dilihat dari prilaku guru sehari-hari baik didalam sekolah maupun
diluar sekolah. Selain keteladanan guru, kedisiplinan guru juga menjadi salah
satu hal penting yang harus dimiliki oleh guru sebagai seorang pengajar dan
pendidik.
Fakta
dilapangan yang di SDN Bugasur Kedaleman I adalah kurang disiplinnya guru,
terutama masalah disiplin guru masuk kedalam kelas pada saat kegiatan pembelajaran dikelas. Sering dijumpai guru masih mengobrol padahal jam
masuk telah berbunyi, dan siswa juga sering terlihat berhamburan keluar kelas,
padahal bel istirahat belum berbuyi. Tak jarang pula petugas piket membunyikan
bel terlambat karena terlalu asik mengobrol dengan rekan guru yang lain.
Pemerintah
sendiri telah mengatur tentang disiplin pegawai yaitu “PP NOMOR 53 TAHUN
2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI
SIPIL”. Peraturan itu telah jelas dan mengikat para pegawai dan disini
khususnya adalah guru.
Untuk
mengatasi masalah di atas, peneliti tertarik untuk membuat formula khusus.
Yaitu IRP dipadu IT. I untuk Instantiate (pemberian contoh), R untuk Reward
(pujian) dan P untuk Punishment (Hukuman). Pemaduan dengan IT ditujukan untuk
mengatasi kebiasaan guru piket yang selalu terlambat dalam membunyikan bel.
Berdasarkan
uraian diatas, penulis merumuskan sebuah penelitian tindakan sekolah dengan judul : ” Penerapan
IRP Dipadu IT Untuk Meningkatkan Disiplin Kehadiran Guru Dalam Mengajar Di SDN
Bugasur Kedaleman I Gudo Kabupaten Jombang Pada Tahun 2012”
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian di atas,
permasalahan yang terjadi di SDN Bugasur Kedaleman I teridentifikasi sebagai
berikut:
1. Masih banyak guru yang datang terlambat ke
sekolah.
2. Guru masih sering terlambat masuk kelas.
3. Guru mengakhiri pembelajaran sebelum jam
pelajaran berakhir.
4. Guru piket sering terlambat dalam
membunyikan bel sekolah.
C. Pembatasan Masalah
Dalam melakukan penelitian
Tindakan Sekolah ini, peneliti membatasi permasalahan pada upaya peningkatkan
disiplin guru dalam kehadiran mengajar dikelas melalui penerapan IRP dipadu IT.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dikemukakan diatas, rangkaian masalah yang
teridentifikasi dan pembatasan masalah dalam Penelitian Tindakan Sekolah (PTS)
peningkatan disiplin guru di SDN Bugasur
Kedaleman I Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang dirumuskan sebagai berikut :
1.
Bagaimana
strategi IRP dipadu IT dapat
meningkatkan disiplin kehadiran guru dalam mengajar di SDN Bugasur Kedaleman I
Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang Tahun 2012?
2.
Bagaiana
pelaksanaan / implementasi dari strategi IRP dipadu IT dalam meningkatkan
meningkatkan disiplin kehadiran guru dalam mengajar di SDN Bugasur Kedaleman I
Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang Tahun 2012?
3.
Bagaimana
efektivitas strategi IRP dipadu IT dalam
meningkatkan disiplin kehadiran guru dalam mengajar di SDN Bugasur Kedaleman I
Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang Tahun 2012?
E. Tujuan
Penelitian Tindakan Perbaikan Pembelajaran
Tujuan utama dari Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) adalah meningkakan disiplin kehadiran
guru dalam
mengajar di SDN Bugasur Kedaleman I Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang. Secara umum adalah untuk
mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai peningkatan disiplin kehadiran
guru dalam
mengajar di SDN Bugasur Kedaleman I Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang .
Adapun tujuan khusus dari Penelitain Tindakan
Sekolah (PTS) adalah meningkakan
disiplin kehadiran guru dalam mengajar di SDN Bugasur Kedaleman I
Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang melalui strategi IRP adalah untuk
mendapatkan deskripsi tentang :
1. Pelaksanaan / implementasi dari strategi
IRP dipadu IT dalam meningkatkan meningkatkan disiplin kehadiran guru dalam
mengajar di SDN Bugasur Kedaleman I Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang.
2. Efektivitas strategi IRP dipadu IT dalam meningkatkan disiplin kehadiran guru
dalam mengajar di SDN Bugasur Kedaleman I Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang.
F. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat, sbb :
1.
Bagi Peneliti
merupakan wujud usaha nyata
kepala sekolah dalam memecahkan berbagai masalah disekolah melalui kegiatan
penelitian.
2.
Bagi
guru
diharapkan
dapat menjadi motivasi guru dalam meningkatkan kedisiplinan dalam kehadiran
pada masa penelitian dan sesudahnya.
3.
Bagi
sekolah
bisa dijadikan sumbangan dalam
mewujudkan budaya sekolah yang dapat mendorong keberhasilan dan peningkatan
mutu pembelajaran yang diawali dengan kedisiplinan pengajar di lembaganya.
4.
Bagi
Rekan Kepala Sekolah
bisa dijadikan rujukan untuk
menyelesaikan permasalahan serupa di satuan pendidikan yang dipimpinnya.
G. Definisi Istilah
Menurut
Kamus Bahasa Indonesia, disiplin adalah ketaatan pada peraturan (tata tertib).
Dalam penelitian ini, disiplin dibatasi hanya pada kehadiran guru dikelas pada
kegiatan belajar mengajar. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar,dan pendidikan
menengah. (UU No. 14, Tahun
2005)
Instantiate
diartikan adalah pemberian contoh, pemberian contoh berupa kedisiplinan datang
dalam tiba disekolah dan waktu pulang, juga saat melaksanakan tugasnya sebagai
pengajar mata pelajaran di sekolah.
Reward and Punisment diartikan sebagai pemberian penghargaan dan
hukuman, penghargaan disini bukan hanya penghargan dalam bentuk materi saja
termasuk didalamnya adalah pujian kepada guru yang dipandang disiplin dalam
kehadiran dikelas pada kegiatan belajar mengajar dan teguran atau hukuman
kepada guru yang sering terlambat masuk kelas.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Peran
Kepala Sekolah
Berbagai
penelitian menunjukkan peran kunci yang dapat dilakukan kepala sekolah agar dapat meningkatkan belajar dan
pembelajaran, jelas bahwa kepala sekolah harus berperan sebagai leaders for learning (The Institute for
Educational Leadership, 2000). Para kepala sekolah harus mengetahui isi
pelajaran dan teknik-teknik pedagogis. Para kepala sekolah harus bekerja
bersama guru untuk meningkatkan keterampilan. Kepala sekolah harus
mengumpulkan, menganalisis, dan menggunakan data dengan cara-cara yang
menumbuhkan keunggulan. Mereka harus berkumpul siswa, guru, orang tua,
organisasi-organisasi layanan sosial dan kesehatan.
Organisasi
kepemudaan, dunia usaha, warga sekitar sekolah untuk meningkatkan kinerja
siswa. Selanjutnya para kepala sekolah itu juga harus memiliki keterampilan dan
pengetahuan kepemimpinan dalam rangka memanfaatkan kewenangannya untuk mencari
strategi-strategi yang diperlukan.
Mereka
seharusnya melakukan itu semua, akan tetapi sayang, sering dijumpai bahwa
mereka tidak melakukannya. Meskipun masyarakat pada umumnya memberi sorotan
kepada kepala sekolah ketika hasil Ujian Nasional siswa diumumkan dan
mengajukan usul untuk memberi sanksi apabila sekolah tidak menunjukkan hasil
sebagaimana diharapkan, para kepala sekolah di masa lalu tidak banyak melalukan
persiapan atau melakukan pengembangan keprofesionalan berkelanjutan untuk
membekali diri dalam rangka melaksanakan peran baru tersebut.
Pihak
pemerintah daerah, atau dinas pendidikan, selama ini juga lebih banyak mendorong
kepala sekolah untuk sekedar mentaati peraturan yang ada, berusaha untuk
mengelola tuntutan menjalankan kepala sekolah yang berlipat ganda di era
meningkatnya harapan, kebutuhan siswa yang kompleks, akuntabilitas yang terus
meningkat, peningkatan keberagaman, dan sabagainya.
Tidak
ada alternatif lain, masyarakat di seluruh negeri ini harus “reinvent the
principalship” untuk memampukan para kepala sekolah dalam menghadapi tantangan
abad 21, dan untuk menjamin para pemimpin bagi belajar siswa yang dibutuhkan
untuk membimbing agar sekolah dan siswanya yang dipimpinnya mencapai
keberhasilan.
B. Guru
Sebagai Pendidik
Pendidikan
bukan hanya sekedar mengawetkan
kebudayaan dan meneruskannya dari generasi ke generasi, akan tetapi juga
diharapkan pendidikan ini dapat mengubah dan mengembangkan suatu pengetahuan.
Pendidikan bukan hanya menyampaikan keterampilan yang sudah dikenal, namun
harus dapat meramalkan berbagai jenis keterampilan dan kemahiran yang akan
datang, dan sekaligus menemukan cara yang tepat dan cepat dikuasai oleh anak
didik.(Budiningsih,2005).
Budaya
sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah
terhadap semua unsur dan komponen
sekolah termasuk stakeholders
pendidikan, seperti cara melaksanakan
pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah.
Budaya
sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang
diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai
perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang
sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru,
staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.
(Akhmad Sudrajat, 2010).
C. Kedisiplinan
Disiplin
adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan
dan norma-norma sosial yang berlaku.
Adapun arti kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua
peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan arti kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan
seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan baik yang tertulis maupun
tidak (Hasibuan ,1997:212). Menurut Davis disiplin kerja dapat diartikan
sebagai pelaksanaan manajemen untuk
memperteguh pedoman-pedoman organisasi (Mangkunegara, 2000 : 129).
Disiplin
merupakan suatu bentuk ketaatan pada peraturan dan sanksi yang berlaku dalam
lingkungan sekolah. Disiplin yang
dimaksudkan dalam asas ini adalah sikap dan perilaku disiplin yang muncul karena kesadaran dan
kerelaan kita untuk hidup teratur dan rapi serta mampu menempatkan sesuatu sesuai
pada kondisi yang seharusnya. Jadi
disiplin disini bukanlah sesuatu yang harus dan tidak harus dilakukan
karena peraturan yang menuntut kita untuk taat pada aturan yang ada. Aturan
atau tata tertib yang dipajang dimana-mana bahkan merupakan atribut, tidak akan
menjamin untuk dipatuhi apabila tidak didukung dengan suasana atau iklim
lingkungan sekolah yang disiplin. Disiplin tidak hanya berlaku pada orang
tertentu saja di sekolah tetapi untuk semua personil sekolah tidak kecuali
kepala sekolah, guru dan staf.
Penerapan
disiplin warga sekolah, khususnya disiplin guru dalam melaksanakan proses
belajar mengajar sangat berkit kepada
kinerja guru itu sendiri.
Heidjrachman
dan Husnan, (2002: 15) mengungkapkan
“Disiplin adalah setiap perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya
kepatuhan terhadap perintah” dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan
yang diperlukan seandainya tidak ada perintah”.
Menurut
Davis (2002: 112) “Disiplin adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat
kepada pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan yang mengarah pada
upaya membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan sikap dan perilaku
pegawai sehingga ada kemauan pada diri pegawai untuk menuju pada kerjasama dan
prestasi yang lebih baik”.
Menurut
Handoko (2001: 208) disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan
standar-standar organisasional. Ada dua tipe kegiatan pendisiplinan yaitu
preventif dan korektif. Dalam pelaksanaan disiplin, untuk memperoleh hasil
seperti yang diharapkan, maka pemimpin dalam usahanya perlu menggunakan pedoman
tertentu sebagai landasan pelaksanaan.
Dilihat
dari sisi manajemen, terjadinya disiplin kerja itu akan melibatkan dua kegiatan
pendisiplinan :
1. Preventif, pada pokoknya, dalam kegiatan ini
bertujuan untuk mendorong disiplin diri di antara para karyawan, agar mengikuti berbagai standar atau aturan. Sehingga
penyelewengan kerja dapat dicegah.
2. Korektif, kegiatan yang
ditujukan untuk menangani pelanggaran
terhadap aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih
lanjut (Heldjrachman dkk, 1990).
Melalui
disiplin pula timbul keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan organisasi
dan norma sosial. Namun tetap pengawasan terhadap pelaksanaan disiplin tersebut
perlu dilakukan. Disiplin kerja adalah persepsi guru terhadap sikap pribadi
guru dalam hal ketertiban dan keteraturan diri yang dimiliki oleh guru dalam
bekerja di sekolah tanpa ada pelanggaran-pelanggaran yang merugikan dirinya,
orang lain, atau lingkungannya.
Sekolah
yang menegakkan disiplin akan menjadi sekolah yang berkualitas, baik dari segi
apapun juga, benarkah itu? Ini adalah bahasan sekilas dari satu sisi namun
justru sangat primer (proses belajar-mengajar saja), tapi ini banyak terjadi di
beberapa sekolah. Konon bagaimanapun atau apapun model dan kualitas inputnya
semua akan menjadi berkualitas, semua
bisa dilakukan lewat disiplin.
Mungkin ada benarnya. Setidaknya membuat lingkungan sekolah berdisiplin,
terutama disiplin dalam belajar dan proses mengajar. Setidaknya pengkondisian
dalam soal disiplin akan membuat image tersendiri di lingkungan sekitar tentang
kondisi sekolah.
Disiplin
di sini diartikan ketaatan pada
peraturan. Dari sini semuanya bermula, sebelum disiplin diterapkan perlu dibuat
peraturan atau tata tertib yang benar-benar realistik menuju suatu titik, yaitu kualitas tadi. Lalu mengapa banyak sekolah yang mutunya rendah
baik ditinjau dari nilai-nilai siswa, kinerja personal sekolah.
Banyak
hal yang harus ditangani dalam ranah pendidikan di sekolah, tapi jika itu
terlalu berat mungkin bisa saja sedikit dikurangi hanya untuk hal belajar dan mengajar saja.
Selama ini yang terjadi di beberapa sekolah adalah seringnya kelas kosong saat
jam belajar. Ini dikarenakan guru tidak masuk kelas dan tanpa ada tugas yang
harus dikerjakan siswa. Ketidakmasukan guru itu bisa saja karena kepentingan
dinas atau yang lain.
Ketidaktepatan
dalam hal guru masuk kelas sehingga jeda
waktu pergantian jam bisa dimanfaatkan siswa untuk melakukan tindakan
indisipliner. Komitmen guru dalam hal ini kadang sering menjadi penyebabnya. Dalam manajemen sekolah,
biasanya pengawasan banyak yang tidak bisa
berjalan dengan baik, lebih-lebih jika komitmen guru dan siswa rendah
maka sekolah-pun akhirnya sulit majunya.
D. Reward
dan Punishment
Penerapan
disiplin dapat ditegakan melalui pemberian
reward and punishment. Reward dan
punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang untuk
melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya.
Kedua
metode ini sudah cukup lama dikenal dalam dunia kerja. Tidak hanya dalam dunia
kerja, dalam dunia penidikan pun kedua ini kerap kali digunakan. Namun selalu
terjadi perbedaan pandangan, mana yang lebih diprioritaskan antara reward
dengan punishment?
Reward
artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep
manajemen, reward merupakan salah satu
alat untuk peningkatan motivasi para
pegawai. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang
dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan
suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga
bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau
meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya.
Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau
sanksi. Jika reward merupakan
bentuk reinforcement yang positif, maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau
diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode
ini adalah menimbulkan rasa tidak senang
pada seseorang supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat.
Jadi, hukuman yang dilakukan mesti
bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik.
Menurut
Amaryllia, konsultan manajemen dan strategi dari Sien Consultan, dalam
sejarahnya, reward dan punishment kali pertama banyak diterapkan di bidang
penjualan (sales). Namun, kini metode tersebut banyak diadopsi oleh organisasi,
perusahaan yang bergerak di pelbagi bidang, bahkan dunia pendidikan.
Penerapan
reward dan punishment dalam dunia pendidikan dapat diterapkan sepanjang hal
tersebut tidak bertentangan dengan
tujuan pendidikan itu sendiri. Penerapan reward dan punishment juga tidak hanya
diterapkan kepada siswa yang berprestasi atau yang melanggar tata-tertib,
tetapi juga dapat diterapkan kepada guru-guru agar mereka berdisiplin
dalam mengajar untuk memenuhi tugas
mereka memberikan pelajaran kepada siswanya.
Reward
artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen,
reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai.
Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan
perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu
perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga
bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau
meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya.
Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau
sanksi. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif; maka
punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan
secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini
adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan
membuat sesuatu yang jahat. Jadi,
hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan
mendidik ke arah yang lebih baik.
Selanjutnya
hukuman yang diberikan bukanlah dengan
kekerasan, tetapi diberikan dengan ketegasan. Jika hukuman dilakukan dengan
kekerasan, maka hukuman tidak lagi memotivasi seseorang berbuat baik, melainkan membuatnya merasa
takut dan benci sehingga bisa menimbulkan pemberontakan batin. Di sinilah
dibutuhkan skill dari para pimpinan atau si pemberi punishment sehingga tujuan
yang diinginkan dapat tercapai secara efektif.
Dalam
konteks pembelajaran dikelas yang berkaitan dengan kedisiplinan guru dalam
melaksanakan tugas, penerapan metode reward dan punishment juga dapat
meningkatkan motivasi guru untuk hadir
tepat waktu pada kegiatan pembelajaran didalam kelas.
Bukanlah
hal yang aneh kalau siswa sering mengeluh tentang ketidakhadiran guru dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak pula asing kita dengan siswa mengeluh
tentang adanya guru yang menyampaikan pelajaran
kurang dari waktu yang telah ditentukan, atau menyampaikan materi
seadanya. Yang ironis, ada pula guru yang menuliskan kehadirannya di kelas
padahal sebenarnya ia tidak menyampaikan pelajaran kepada siswanya. Hal seperti ini tentu sangat mengecewakan
siswa yang serius untuk mengikuti perkuliahan.
Bagi
guru, ketidakhadiran dalam mengajar sesuai jadwal terkadang merupakan suatu hal
yang tidak terhindarkan, mengingat suatu kali mereka mempunyai keperluan yang
mendadak dalam waktu yang sama sehingga tidak mengajar. Namun hal demikian
menjadi tidak wajar jika ketidak hadiran atau keterlambatan mengajar dikelas selalu
dan sering terjadi.
Hal ini
berdampak buruk terhadap proses pembelajaran. Pertama, siswa menjadi kecewa,
dan hal ini dapat menurunkan motivasi belajar mereka. Siswa memperoleh contoh
yang buruk tentang kedisiplinan. Kedua, guru yang mengajar dengan sungguh-sungguh
merasa usahanya menjadi sia-sia dan sekaligus kecewa.
Dampak
dari guru yang malas untuk mengajar bukan semata ditanggung mereka namun juga
seluruh institusi atau warga sekolah.
Perilaku malas untuk mengajar juga bisa menjadi virus bagi guru yang
biasanya rajin mengajar Reward dan
punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang untuk
melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya.
Peran reward dan
punishment bagi SDM ini pun juga harus dibawa menjadi bentuk
participative. Likert (1967) menyebutkan dalam salah satu sistem manajemen
participative ini mengakui dan berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusiawi
para pekerja. Tidak saja kebutuhan faali,
tetapi juga kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Penerapan
lain juga bisa diterapkan bagi karyawan atau aparatur peningkatkan disiplin SDM
aparatur yang masih rendah dengan
perubahan perilaku yang mendasar. Hal itu terjadi melalui revitalisasi
pembinaan kepegawaian dan proses pembelajaran dengan membangun komitmen kuat
dalam mengemban tugas sebagai pegawai negeri sipil, disertai pengembangan
sistem reward dan punishment yang tepat dan efektif (Bambang
Nugroho, 2006). Pemberian rewards and
punishments sangat berkaitan dengan terlaksananya kedisiplinan guru dalam
kegiatan belajar mengajar dikelas.
E. Instantiate
Kepala
sekolah selaku pemimpin pembelajaran mempunyai peran yang sangat strategis
dalam pencapaian tujuan sekolah dalam meningkatkan mutu. Salah satu faktor yang
penting adalah adanya keteladanan (contoh) dalam kedisiplinan yang diberikan
oleh kepala sekolah. Hal ini seperti falsafah pendidikan yang dikemukakan oleh
Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, ”Ing Ngarso Sung Tuladha.”
Kepala sekolah selaku pemimpin pembelajaran harus bisa memberikan contoh kepada
semua wara sekolah agar tercipta budaya disiplin disekolah, yang pada akhirnya
akan meningkatkan mutu sekolah.
Instantiate
diartikan pemberian contoh. Seperti semboyan yang dikemukakan Ki Hajar
Dewantara di atas, seorang kepala sekolah hendaknya memberikan suritauladan
yang baik kepada bawahannya. Sebagai orang di tuakan, seorang kepala sekolah
akan menjadi pusat perhatian guru, dan guru akan menirukan apa yang telah
dicontohkan oleh sang kepala sekolah.
F. Information
Technology (IT)
IT
atau information technology yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan
teknologi informasi memang sudah sangat familiar di telinga masyarakat. Apalagi
di era serba komputer saat ini. Bagi masyarakat awam, segala sesuatu yang
berhubungan dengan komputer pasti dikaitkan dengan IT. dunia IT tiba - tiba
menjadi bidang yang menarik untuk digeluti akhir - akhir ini karena terbukti
bidang IT telam mampu membuka peluang kerja bagi banyak orang. Selain itu,
bekerja di bidang IT juga telah menjadi favorit bagi banyak orang karena
dinilai lebih keren dan bergengsi.
(http://carapedia.com/pengertian_definisi_info2345.html)
Berikut ini adalah pengertian dan
definisi IT:
1. Y. MARYONO & B. PATMI ISTIANA (
2005)
IT
adalah tata cara atau sistem yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan
pesan atau informasi. IT juga bisa diartikan sebagai pemanfaatan perangkat
komputer sebagai alat untuk memproses, menyajikan, serta mengelola data dan
informasi dengan berbasis pada peralatan komunikasi
2. CHRISTINE WIBHOWO & RIDWAN
SANJAYA; 2011
IT
adalah hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi dari bagian
pengirim ke penerima sehingga pengiriman informasi tersebut akan lebih cepat,
lebih luas penyebarannya, dan lebih lama penyimpanannya
3. WILLIAMS & SAWYER; 2005
IT
merupakan bentuk umum yang menggambarkan setiap teknologi yang membantu
menghasilkan, memanipulasi, menyimpan, mengkomunikasikan, dan atau menyimpan
informasi
4. SAURIP KADI & SIOK LIAN LIEM;
2008
IT
merupakan alat bagi kesetaraan akses informasi (dan kemudian akses kekuasaan)
bagi manusia di belahan bumi mana pun
5. MARTIN, BROWN, DEHAYES, HOFFER,
PERKINS; 2005
IT
merupakan kombinasi teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak)
untuk mengolah dan menyimpan informasi dengan teknologi komunikasi untuk
melakukan transmisi informasi.
Dalam
penelitian ini, peneliti menerapkan teknologi komputer untuk menjalankan sebuah
perangkat aplikasi bel sekolah yang dapat bekerja sesuai dengan jadwal yang
telah diprogramkan.
Bel
sekolah merupakan suatu perangkat yang tidak bisa dipisahkan dari sekolah.bel sekolah
berfungsi untuk memberikan tanda pergantian jam untuk setiap pelajaran. Tetapi
sayangnya petugas seringkali lupa membunyikan bel sekolah pada saat yang tepat,
sehingga pergantian pelajaran bisa jadi kacau, pelajaran satu dengan lainnya
durasinya tidak sama.
Dimana
aplikasi yang dibangun ini memiliki kelebihan yaitu bel dapat berbunyi otomatis
sesuai waktu yang sudah di tentukan sebelumnya dan untuk jenis suara bel juga
dapat kita sesuaikan sendiri sehingga dapat meringankan pekerjaan penjaga
sekolah/guru piket. Untuk penentuan waktu cukup 1 kali saja karena hasil
inputan data bel otomatis akan disimpan dalam database sehingga untuk
menggunakannya hanya cukup buka aplikasi bel otomatis ini kemudian tekan tombol
play. Dengan otomatis bel otomatis akan bunyi pada jam-jam yang sudah
ditentukan.
Fungsi dan kegunaan bel sekolah ini yaitu :
1.
Menggantikan
fungsi bel manual menjadi otomatis berbunyi pada waktu yg telah ditentukan
sesuai dengan jadwal pelajaran.
2.
Menghindari
kelalain petugas dalam penekan tombol bel karena dengan bel ini sudah tidak
dibutuhkan lagi pekerjaan menekan bel.
3.
Memberikan
informasi yg lebih lengkap tentang tiap-tiap waktu bel berbunyi, misalnya
dinformasikan pada jam 09:00 WIB saatnya siswa beristirahat.
4.
Menggantikan
suara nada bel yg biasanya dikodekan misalnya : Tet…Tet…Tet… menjadi informasi
hasil rekaman suara manusia yg lebih jelas artinya.
5.
Bunyi
atau suara bel dapat disesuaikan berfariasi sehingga murid TIDAK BOSAN,
diutamakan lagu-lagu Nasional Pada saat istirahat dapat secara otomatis
disisipkan lagu/suara/murotal WAV, MP3, dan MIDI sebagai pengisi waktu dan
dapat diset secara berbeda-beda untuk tiap pergantian hari
6.
Dapat
diset sebagai BEL HARIAN ataupun BEL KHUSUS pada saat pelaksanaan ujian/test
atau waktu bulan ramadhan.
Copyright www.m-edukasi.web.id
Media Pendidikan Indonesia
G. Kerangka
berfikir
Perlu
disadari bahwa untuk menciptakan disiplin kerja dalam organisasi/perusahaan
dibutuhkan adanya :
a. Tata tertib/ peraturan yang jelas.
b. Penjabaran tugas dari wewenang yang cukup
jelas.
c. Tata kerja yang sederhana, dan mudah diketahui oleh setiap anggota dalam organisasi.
Dalam
upaya penerapan kedisiplinan guru pada
kehadiran dikelas dalam kegiatan belajar mengajar, bisa ditempuh dengan
beberapa upaya. Adapun upaya dalam meningkatkan disiplin guru adalah sebagai
berikut: (a) sekolah memiliki sistem pengendalian ketertiban yang dikelola
dengan baik, (b) adanya keteladanan disiplin dalam sikap dan prilaku dimulai
dari pimpinan sekolah, (c) mewajibkan
guru untuk mengisi agenda kelas dan
mengisi buku absen yang diedarkan oleh petugas piket, (d) pada awal masuk
sekolah kepala sekolah bersama guru membuat kesepakatan tentang aturan kedisiplinan, (e) memperkecil kesempatan guru
untuk ijin meninggalkan kelas, dan (f)
setiap rapat pembinaan diumumkan frekuensi pelanggaran terendah.
Dengan
strategi tersebut diatas kultur disiplin guru dalam kegiatan pembelajaran bisa
terpelihara dengan baik, suasana lingkungan
belajar aman dan terkendali sehingga siswa bisa mencapai prestasi
belajar yang optimal.
Untuk
mencapai tingkat kedisiplinan yang optimal, seorang kepala sekolah berhak
memberikan sebuah teguran atau hukuman (punishment) dan sebaliknya keala
sekolah memberikan pujian (reward) kepada bawahan yang telah melakukan tindakan
disiplin sesuai peraturan yang telah ditentukan. Akan tetapi hal yang lebih
utama kepala sekolah harus memberikan contoh yang baik (instantiate) kepada
stafnya. Karena seorang kepala sekolah sebagai orang di depan akan menjadi
cermin bawahannya.
Untuk
mendukung itu semua, peneliti memanfaatkan sebuah perangkat lunak yang diunduh
dari www.m-edukasi.web.id aplikasi bel yang dioperasikan dengan
sebuah komputer sekolah yang dihubungkan dengan pengeras suara. Yang fungsinya
untuk menghindari ketidaktepatan waktu guru piket dalam membunyikan bel
sekolah.
H. Hipotesis
Tindakan Penelitian
“Penerapan strategi IRP dipadu
IT dapat meningkatkan disiplin kehadiran
guru dalam mengajar di SDN Bugasur Kedaleman I Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang
Tahun 2012.”
BAB III
METODE
PENELITIAN
A. Desain
Penelitian Tindakan
Penelitian
yang dilakukan termasuk jenis penelitian tindakan. Penelitian tindakan ini
terfokus pada penelitian tindakan sekolah.
Dalam penelitian ini hanya digunakan dua siklus dan mengikuti
model penelitian yang diberikan oleh Direktorat Jendral Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (2008) yang langkah-langkahnya dapat dilihat
pada gambar berikut.
Gambar Desain
Penelitian Tindakan dari Depdiknas
B. Subjek
dan Objek Penelitian
1.
Subjek
Penelitian
Yang
menjadi subjek penelitian adalah seluruh staf di SDN Bugasur Kedaleman I.
Jumlah tenaga pendidik dan kependidikan di SDN Bugasur Kedaleman I adalah 13,
yang terdiri dari 6 orang guru kelas, 1 orang Guru Agama Islam, 1 orang guru
Penjas, 1 orang guru Bahasa Inggris dan SBK, 1 orang guru ekstra kurikuler
komputer dan kepala sekolah yang juga berperan sebagai pendidik pada mata
pelajaran PKn kelas 4, 5 dan 6 . ditambah dengan seorang penjaga sekolah.
2.
Objek
Penelitian
Kedisiplinan tenaga
pendidik di SDN Bugasur Kedaleman I dalam kehadiran mengajar di kelas.
C. Lokasi
dan Waktu Penelitian
1.
Lokasi
Penelitian
Lokasi
penelitian ini adalah SDN Bugasur Kedaleman I Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang,
yang terletak ± 1,5km dari kecamatan Gudo.
2.
Waktu
Penelitian
Penelitian
ini dilakukan selama 2 bulan mulai bulan Januari sampai bulan Pebruari 2012.
Kegiatannya termasuk perencanaan dan persiapan.
D. Prosedur
Penelitian
Penelitian
Tindakan Sekolah (PTS) ini dilaksanakan dalam dua siklus. Hali ini dikarenakan
keterbatasan waktu yang tersedia, serta dengan dua siklus sudah penulis anggap
cukup untuk peningkatan disiplin guru
dalam kehadiran dikelas pada kegiatan belajar mengajar
Siklus I
Siklus
1 terdiri atas beberapa tahap, yaitu : (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Pengamatan dan Evaluasi,
dan (4) Refleksi.
1. Perencanaan
Perencanaan adalah langkah awal yang
dilakukan oleh penulis saat akan memulai tindakan. Agar perencanaan mudah
dipahami dan dilaksanakan oleh penulis yang akan melakukan tindakan, maka
penulis membuat rencana tindakan sebagai
berikut :
(a) Merumusan masalah yang akan dicari solusinya.
Dalam penelitian ini masalah yang akan dicari solusinya adalah masih banyaknya
guru yang kurang disiplin dalam kehadiran dikelas pada proses belajar mengajar.
(b)
Merumusan tujuan penyelesaian masalah/tujuan menghadapi tantangan/tujuan
melakukan inovasi/tindakan. Dalam penelitian ini penulis mengambil rencana
untuk melakukan tindakan memberikan Reward dan Punishment kepada guru-guru
untuk meningkatkan kedisiplinan guru
dalam kehadiran dikelas pada proses belajar mengajar.
(c)
Merumusan indikator keberhasilan penerapan Reward dan Punishment dalam
meningkatkan disiplin guru dalam kehadiran dikelas pada proses belajar
mengajar.
(d)
Merumusan langkah-langkah kegiatan
penyelesaian masalah/kegiatan menghadapi tantangan/kegiatan melakukan
tindakan. Langkah-langkah yang diambil penulis dalam melakukan tindakan
antara lain adalah melakukan sosialisasi kepada para guru mengenai penelitian
yang akan dilaksanakan, serta menyampaikan tujuan dari penerapan tindakan yang
dilakukan oleh penulis.
Kepada
para guru disampaikan mengenai penerapan Reward dan Punishment yang akan
diterapkan dalam penelitian ini. Pada siklus pertama ini, akan
dipampang/ditempel diruang guru, peringkat nama-nama guru yang paling rendah
tingkat keterlambatan masuk kelasnya sampai yang paling tinggi tingkat
keterlambatannya.
(e) Mengidentifikasi warga sekolah dan atau
pihak-pihak terkait lainnya yang terlibat dalam penyelesaian masalah/menghadapi
tantangan/melakukan tindakan. Penulis melakukan identifikasi siapa saja yang
dilibatkan dalam penelitian ini. Pihak-pihak yang dilibatkan dalam penelitian
ini adalah : guru, guru piket, penjaga, dan siswa.
(f) Mengidentifikasi
metode pengumpulan data yang akan digunakan.
(g) Penyusunan instrumen pengamatan dan
evaluasi.
(h) Mengidenifikasi fasilitas yang diperlukan.
Fasilitas atau alat bantu yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain : kertas (lembar pengamatan), alat
tulis berupa balpoin, serta jam dinding yang ada disetiap kelas, serta rekap
jumlah kehadiran dari setiap guru, software bel sekolah, peragkat komputer dan
pengeras suara.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan
penelitian tindakan sekolah ini
dilaksanakan melalui beberapa kegiatan, antara lain :
(a) Menyebarkan lembar pengamatan kepada setiap Ketua Kelas atau Sekretaris kelas sebanyak
6 set, sesuai dengan banyaknya jumlah rombongan belajar di SDN Bugasur
Kedaleman I Kecamatan Gudo Kabupaten jombang 6 rombongan belajar. Dalam lembar
pengamatan itu, telah dibuat daftar guru yang mengajar dikelas itu setiap jam
dan diberi kolom jam masuk kelas serta jam keluar kelas. Lembar pengamatan
dapat dilihat pada lampiran.
(b) Berkoordinasi dengan petugas piket setiap
hari, yaitu dari guru yang tidak mempunyai jam mengajar pada hari itu dan satu
orang penjaga. Penjaga sekolah akan mengedarkan daftar hadir guru dikelas yang
telah dibuat agar dapat melihat tingkat kehadiran guru disetiap kelas dan
disetiap pergantian jam pelajaran. Guru yang terlambat lebih dari 15 menit,
dianggap tidak hadir dan diberi tanda silang. Daftar hadir guru dapat dilihat
dalam lampiran.
(c) Setelah selesai jam pelajaran, dilakukan
rekapitulasi dari hasil pengamatan, Oleh guru piket dan penulis.
(d)
Kegiatan tersebut dilakukan terus setiap
hari kepada setiap guru selama satu minggu (satu siklus).
3. Pengamatan dan Evaluasi
Pengamatan
atau observasi dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan lembar observasi
selama satu minggu (satu siklus), untuk semua guru yang berjumlah 12 orang. Selama pengamatan peneliti dibantu atau berkolaborasi
dengan guru piket.
Peneliti
juga melakukan penilaian dari hasil
lembar observasi yang dibagikan kepada pengurus kelas untuk mengamati kehadiran
guru dikelas.
4. Refleksi
Setelah
selesai satu siklus maka diadakan refleksi mengenai kelemahan atau kekurangan
dari pelaksanaan tindakan pada siklus pertama.
Refleksi
dilaksanakan bersama-sama kolaborator
untuk menentukan tindakan perbaikan pada siklus berikutnya.
Siklus 2
Pelaksanaan
siklus 2 masih sama dengan siklus I, yaitu terdiri atas beberapa tahap, sama
seperti siklus 1 yaitu : (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Pengamatan dan
Evaluasi, dan (4) Refleksi.
1. Perencanaan
Dari
hasil refleksi pada siklus pertama, peneliti merencanakan untuk melakukan
tindakan Reward dan Punishment yang lebih tegas dibandingkan
dengan siklus pertama.
Peneliti
merencanakan untuk mengumumkan hasil observasi mengenai tingkat keterlambatan
guru masuk kelas dalam proses belajar mengajar, pada kegiatan rapat setelah upacara
bendera hari Senin.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian tindakan
sekolah pada siklus kedua ini dilaksanakan Seperti siklus sebelumnya :
3. Pengamatan dan Evaluasi
Pengamatan oleh peneliti
meliputi :
(a). Kehadiran guru dikelas
(b). Tingkat keterlambatan guru masuk kelas
(c). Waktu meninggalkan kelas setelah selesai
pelajaran
4. Refleksi
Setelah selesai pelaksanaan
tindakan pada siklus kedua maka diadakan
refleksi
mengenai kelemahan atau
kekurangan dari pelaksanaan tindakan pada siklus kedua tersebut. Dan digunakan
sebagai dasar langkah selanjutnya.
E. Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dari
penelitian tindakan sekolah ini adalah melalui data kualitatif yang diperoleh
dari observasi dan pengamatan.
F.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang
digunakan dalam penelitian tindakan sekolah ini antara lain adalah :
1. Skala Penilaian
2. Lembar Pengamatan
3. Angket
G. Teknik Analisis Data
Analisa data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif yang bersumber dari data
primer maupun empiris. Melalui analisa data ini, dapat diketahui ada tidaknya
peningkatan kedisiplinan guru dalam
kehadiran dikelas melalui pemberian
reward dan punishment yang
merupakan fokus dari penelitian tindakan sekolah ini.
H. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penerapan
tindakan ini penulis tetapkan sebesar 80%, artinya tindakan ini dinyatakan
berhasil bila 80% guru masuk kelas dalam proses pembelajaran kurang dari 5
menit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar